Surat Cinta Untuknya Part 4 : Terima Kasih, Kamu :)


Senin kemarin, tepatnya tanggal 24 maret 2014, gue udah berhasil ngobrol sama kecengan gue. Benar, dia adalah Mercy.

Nb : gak bosen-bosennya gue ingetin, bagi yang baru baca, silahkan baca Part 1, Part 2, dan Part 3 nya. Biar rame aja bacanya. Tapi, ini kalo yang mau ya!. Kalo enggak juga gak apa-apa :).
Sebelum gue menceritakan hari H gue ngomong sama Mercy, mari kita flashback ke hari Minggu tanggal 23 Maret 2014.

Hari itu, gue dan temen gue Rafi yang pernah gue ceritakan di postingan ini, sedang merencanakan sesuatu yaitu kejutan  untuk Mercy.

Benar, kejutan.
Lebih spesifik : Kejutan Cinta.
Lebih Spesifik lagi : Kejutan Cinta Dodol.
Lebih Spesifik sekali : Kejutan Cinta Dodol dan Goblok.

Oke, untuk mempermudah membaca mari kita singkat Operasi Kejutan Cinta Dodol dan Goblok menjadi OKCDG.

Dan OKCGD pun mulai direncanakan.

Tentunya, untuk merencanakan sesuatu, kita harus mengobrol dan menegosiasikan bagaimana cara memberikan kejutan untuk dia. Awalnya gue dan Rafi ingin mengobrol lewat telepon, tapi apa daya, berhubung duit gue tidak memadai, itu tidak kita lakukan. Lanjut lagi, gue mau mengobrol lewat Direct Message twitter, ternyata, Rafi tidak diizinkan membuka laptop oleh kedua orang tuanya. Sialan.

Gak habis fikir, gue mengusulkan agar kita berdua mengobrol lewat telepon benang (lah?). Karena kepanjangan, akhirnya kita tidak jadi menggunakan telepon benang. YAIYALAH! Mana ada benang yang panjangnya 20 KM!. Hehe.

Setelah lama berfikir, akhirnya kita menemukan solusi yaitu bertemu di rumah Rafi (KENAPA GAK DARI TADI!). Iya, gue tau, lo semua pada gondok ama gue kan?. Hehe.

Paginya gue SMS Rafi.

Gue : Fi, kita ketemuan di rumah elo jam 9 ya.
Rafi  : Oke sip.

Didorong oleh kuatnya cinta gue terhadap Rafi Mercy, dengan segera pergi ke rumah Rafi. Dengan dipacu kuda besinya bokap gue, gue pergi ke rumah Rafi. Setelah 1 jam perjalanan, gue sampai di depan PVJ dan segera lari menuju rumah Rafi.

Dan akhirnya, gue sampai di rumah Rafi.

Sesampainya disana, dengan sigap gue masuk kedalam rumahnya dan segera merencanakan OKCDG.
‘Jadi gimana nih fi? Gue harus ngomong apa aja sama dia?’

‘Emm.. gini aja,’ Pandangan Rafi melihat tajam ke gue. Matanya bersinar. Selain karena ada senter yang ada di otaknya, cahaya matahari seolah memantulkan sinarnya. Lalu dia bilang ‘elo ungkapin aja apa yang ada di hati lo, setelah itu tembak dan beri coklatnya..’

Entah kenapa, saat itu Rafi ngomong dengan nada yang di dramatisir. Dia berkata seperti orang yang sedang memberitahu kebenaran tentang dirinya.

Nadanya sangat pelan dan seolah dia akan menangis menerima kenyataan pahit. ‘Qi… elo tau gak? Sebenernya, gue itu gayyyyy… dan… ternyata, gue punya kutil di tete gue…’. Lalu, nada gay itu terdengar  menggema di kuping gue. Seperti di film-film lebay itu.

 Ironis sekali.

Sebenernya, gue punya rencana, setelah ngomong gue akan memberikan coklat ke dia. Seperti yang ada di film-film. Seorang lelaki-ganteng-dan-kekar hendak menembak orang yang dicintainya dan memberikan coklat kepada pasangannya. Romantis.

Bahkan, awalnya gue ingin membuat rencana penjebakan untuk Mercy agar lebih romantis. Jadi, gue bakalan menyewa pesuruh, lalu mencelakai dia. Dan tiba-tiba gue, seorang-(setengah)-lelaki –(yang enggak) Ganteng- dan- lembek menyelamatkan dia. Seperti yang di film Spiderman 2.

Gue masih inget adegan ketika MJ sedang ngobrol dengan peter parker di restoran. Lalu, saat ditanya oleh MJ bagaimana perasaan peter parker ke dia, si peter bilang

‘No, I don’t love you.’

Dan setelah itu MJ kecewa, lalu bilang ke peter parker

‘Kiss me. I want know how about your feeling.’ MJ berkata dengan lembut.

Di saat mereka berdua hendak berciuman tiba-tiba mereka mendapat serangan dari belakang oleh Dr. Octavius. Dengan sigap peter menyelamatkan MJ dengan spider sense nya, lalu mereka berdua selamat.

Romantis Abis.

Nah sekarang coba bayangkan gue sedang berada di posisi peter dan Mercy sedan di posisi MJ. Saat Mercy bilang ‘Kiss Me.’, gue mendekatinya dan tiba-tiba Rafi menyerang dengan cara melompat dari belakang dan dengan chicken sense gue, gue lalu menyelamatkan Mercy . Kita berdua selamat, gue jadian sama dia.

Ironis Abis.

Tapi sayang, rencana tinggalah rencana. Selain karena gue ‘agak’ mirip bencong (ENGGAK KOK! GUE BUKAN BENCONG!. KAN CUMA MIRIP!), gue takut saat menyelamatkan Mercy gue mengalami kegagalan. Seperti badan gue tertindih oleh Rafi lalu gue ditemukan tewas dengan badan yang udah mirip sama kertas HVS.

Oh iya, perlu diketahui, bahwa Rafi adalah orang yang gendut. Jadi, jika Rafi menindih gue , tentu saja gue bakalan gepeng.

Tidak terbayangkan jika gue bakalan ketindih sama dia, orang ketabrak gerobak es krim walls aja gue koma 3 bulan. Apalagi ketindih Rafi.

Gue langsung tewas ditempat.

Gue pun membalas omongannya ‘Ok, tapi kayaknya gue gak bakalan nembak dia deh. Cuma ngasih coklat aja.’

‘Oh iya fi, bokap lo kan kerja di Kraft, gue mau beli coklat di elu aja deh. Siapa tau lebih murah. Hehe.’

Dengan muka gemes-gemes najong, Rafi membalas omongan gue. ‘Kraft itu memproduksi keju, Nyet! Bukan coklat.’

Gue diem. Oh astaga, gue lupa kraft itu ngebuat keju. Untuk menghidari epilepsy dari Rafi. Gue lebih memilih diam.

‘Eh iya gue lupa, tapi kraft lagi kerjasama sama catbury dan toblerone. Gue masih ada sekotak tuh di kulkas.’ Rafi melanjutkan omongannya.

Kita berdua ketawa garing.

Gue lempar Rafi ke luar jendela.

‘Nih ki,’ Kata dia sambil menyodorkan satu buah coklat Toblerone yang masih dingin dan terbungkus rapi.
‘Wah! Keren! Berapa nih fi!’

Rafi mendekatkan mukanya ke gue lalu berkata ‘Gausah ki. Anggap aja ini ucapan terima kasih gue. Elo kan suka bantu gue pas gue lagi susah.’

Gue senyum-senyum najong.

Ah… Rafi memang sangat baik. Andai saja di lebih ganteng sedikit, udah gue pacarin dia (lho?).
Begitulah rencana gue saat minggu kemarin.

Mari kita balik lagi ke Senin 24 Maret 2014

*flushbuck*

Hari itu, gue dateng sangat pagi. Tapi tenang, gue gak dateng ke sekolah jam 2 subuh kok. Gue dateng sekitar jam 5.49 . Tidak seperti biasanya, hari itu gue terlihat rapi dan unyuk sekali. Kalo dibayangin, gue itu udah seperti Tom-Cruise-Gagal-Operasi-Plastik. Baju rapi, dasi rapi, celana sudah disetrika, dan sekarang gue memakai kolor yang baru saja gue curi dari tetangga sebelah. Bau gue juga berbeda seperti ini, Kali ini gue menggunakan parfum. Semua ini hanya untuk satu cewek. Mercy Alya Saputri.

Di sepanjang pelajaran, gue hanya memikirkan apa yang kata-kata yang harus gue ukir sedemikian rupa untuk ngomong sama dia. Ah… kalo lagi kayak gini gue jadi inget lagunya Jamrud – Pelangi Di Matamu.

30 menit, kita disini, tanpa suara
dan aku resah, harus menunggu lama, kata darimu…
Mungkin butuh khusus, merangkai kata, untuk bicara
dan aku benci, harus jujur padamu, tentang semua ini...

Tapi semua pikiran itu musnah saat istirahat pertama. Saat itu, gue hendak  membeli makanan di kantin. Gue dan bojekers jalan menuju kantin itu membeli sesuatu dan saat gue menginjakan langkah pertama di depan kantin. Gue melihat seseorang berkerudung putih sedang membeli batagor.

Teringat buku radit yang ‘Babi Ngesot’, awalnya gue mau memuji dia, seperti cara yang ditulis dalam buku radit ‘Pujilah seorang cewek, karena mereka suka dipuji’. Saat itu gue hendak memuji dia. Sperti contoh yang diberikan radith kepada gue.

Jika dia sedang membeli batagor, kamu berjalan dibelakangnya. Lalu, tepuklah dia dari belakang. Saat dia menoleh kebelakang, berkata dan pujilah dia.

‘Hei, batagornya bagus.’

Setelah itu dia akan keheranan. Kata radith itu respon biasa. Cara mencegahnya, puji dia lebih dalam.

‘WAAAHHHH!!! Ternyata bukan batagornya aja yang bagus! Mas yang jualnya juga bagus banget!. Penjualnya gak mirip batagor! Keren!’

Mungkin, setelah gue memuji dia seperti itu, dia akan menampar gue lalu mengeroyoki gue hingga tak bernyawa.

Buset. Khayalan Tingkat TInggi.

Setelah memikirkan hal absurd tadi yang tidak jadi dan tidak akan gue laksanakan, gue langsung melihat dia dan berkata

‘Eh, pulang sekolah jangan kemana-mana ya! Aku mau ngomong. Ok!’  Ucap gue.

Dia pun mengangguk tanda setuju dan gue tinggalkan dia bersama temannya.

Ah… gila! Saat itu gue seneng banget!. Rasanya gue ingin buka baju sambil berkata ‘cenat-cenut’ di kantin. Tapi, karena badan gue terlalu kering, gue urungkan niat tersebut.

Pulang sekolah, dengan sigap gue bergegas keluar. Gue senyum-senyum najong, gue berjalan ke depan dan… gue melihat dia sedang berjalan dengan temannya, hendak meninggalkan sekolah.

DEG!. Hati gue seolah patah, remuk, dan kunyuk. Gue seperti baru saja dipatahkan oleh ade ray.
Gue bengong di depan kelas meratapi kepergian dia.

Gak lama kemudian, ada yang menepuk pundakk gue dari belakang. Benar, itu adalah Adam.

‘Qi, ayo kita solat!. Gue mau pulang nih.’

Gue membalas dengan anggukan kepala sambil berjalan kea rah mesjid yang berada di lantai 2.
Gue dan Adam pun solat dan gue berharap semoga gue dia tidak benar-benar pulang saat itu. Selesai solat, gue turun ke bawah dan memasuki kelas yang sudah kosong. Ya, disana hanya tersisa tas gue bojekers, Rafi, dan dinda. Segera gue merapikan tas dan hendak meninggalkan sekolah. Di saat sedang beres-beres meja, adam dari luar memberikan kode ke gue.

‘Qi, itu di depan ada siapa!’

Gue menerka-nerka ‘Siapa? Mercy?’

Gue segera berlari ke depan dan… oh yeah!. Ternyata dia belum pulang!. Hati gue terasa disambungkan kembali dengan super glue!. Gue serasa dilahirkan kembali!. AAAHHHHHH YEEEAAAAHHHH.
Dengan cepat, gue menghampiri dia dan mengajak ngobrol dia. Gue langsung mendekati dia dan berkata.

‘Emm… cy, bias ikut sebentar. Aku mau ngomong.’

‘Mau kemana?’

‘Sebentar aja. Di sana.’ Gue menunjuk kursi di depan kelas gue.

Dia menolak ‘Eh enggak ah! Di sini aja. Emang mau ngomong apaan sih?’

Sebenernya, banyak perdebatan antara gue dan dia. Disisi lain, gue pingin ngomong di tempat yang sepi. Biar romantis. Tapi, disisi lain dia gak suka tempat sepi. Mungkin bawaan gue yang agak sedikit kebencong-bencongan membuat hatinya curiga. Akhirnya setelah berdebat nyaris 10 menit untuk menentukan tempat, akhirnya gue mengalah dan mengobrol di depan kelasnya.

Sebenernya, ada rasa risih saat gue ngomong sama dia. Karena banyak banget yang ngeliatin. Apalagi anak-anak yang sekelas sama dia. Rata-rata pada nge cie-ciein gue. Kamfret. Rasanya, ingin sekali gue melemparkan bom Molotov untuk memusnahkan mereka semua. Tapi, apa daya, gue gak punya bom Molotov.

Tapi, karena ini semua untuk dia. Gue rela untuk malu! Gue lawan semua itu!. Gue pun mengobrol dengannya. Tapi, sebelumnya ada keanehan yang terjadi saat hendak memulai pembicaraan. Dia dengan anehnya berkata

‘Bentar, kita gak bakalan ngomong ‘kutang yang beterbangan kan’?’

Gue terdiam sebentar. Gue mulai mencerna kata-katanya. OH IYA! GUE INGET!. Bill pernah bilang ke gue.

‘Qi, lo bikin surat cinta yang romantis dikit dong. Dia ilfil tuh gara-gara ada kutangnya.’

Sebenernya saat itu gue malu. Bahkan, saking malunya, gue ingin bilang.

‘TENANG!, INI BUKAN MASALAH KUTANG AKU JANJI TIDAK AKAN ADA KUTANG-KUTANGNYA!. BAHKAN AKU SEKARANG TIDAK MEMAKAI KUTANG!. PERCAYALAAAHHH!!!.’

Tapi, didorong oleh rasa malu gue tidak bilang seperti itu. Gue hanya menutup muka dan bilang.

‘Enggak kok. Ini gak ada kutang-kutangnya.’

Akhirnya, gue pun mengobrol dengan dia. Gue mengobrol tentang perasaan gue kepadanya. Jujur, obrolan kita saat itu memang ‘agak’ kaku. Gue gak bicara banyak. Tapi, gue harap dia bisa meresapinya.
Setelah mengobrol gue hendak memberikan coklat toblerone itu. Seperti biasa, ada perdebatan antara kita saat menerima coklat itu. Tapi, akhirnya dia menerimanya.

AH! OKCDG SUKSES BESAR!

Gue ngerasa lega. Gue pun pergi meninggalkan dia dan menghampiri ‘geng’ gue.

Gue melihat ke belakang, Mercy sudah dikerumuni oleh teman-temannya. Gue hanya bisa tersenyum. Lalu, gak lama kemudian, salah satu teman perempuannya menanyakan ke gue.

‘Kamu nembak dia?’ Dia bertanya dengan nada yang sangat di dramatisir.

Gue jawab sambil tersenyum ‘ Enggak.’

‘Lho? Bukannya dia single ya?’

Gue mencerna kata-katanya. Bener juga dia. Tapi gue masih ragu dengan perasaan gue sendiri. Lagian, gue dan dia Cuma baru kenal baru-baru ini aja. Percuma kan, kalu jadian tapi diem-dieman aja. Maaf, gue bukan babi hutan yang kalo pacaran Cuma diem-dieman aja (Emang bener ya?). Walaupun Cuma mirip dikit (lho?).

Entahlah ada apa dengan perasaan gue ini. Gue ragu, bahkan dengan perasaan gue sendiri. Sepanjang malam, bukannya bahagia udah ngomong sama doi, gue malah ngegalau. Ah sial. Tapi, gue yakin, bisa mempertahankan perasaan ini sampai  nanti dan (mungkin) selamanya. :)

Tetapi, ada  satu hal yang gue tau di dalam hatinya yang bahkan orang lain tak tahu. Dia akan menjadi orang pertama yang benar-benar menghilangkan rasa selai kacang di lidah gue

Terima kasih Mercy :).

To be Continued…

Surat Cinta Untuknya Part 3 : Penyesalan


*Nb : bagi yang baru baca, agar lebih rame bacanya, silahkan terlebih dahulu baca yang Part 1 dan Part 2

Hari itu, tepatnya kamis tanggal 20 maret 2014, gue sedang berjalan bersama dengan anak-anak. Tidak, gue belum nikah kok. Gue juga belum punya anak. Maksud gue, gue berjalan bersama bareng bojekers. Iya, bojekers. Komunitas yang udah gue ceritain di postingan yang ini. Baca duluya postingan yang itu! Baru yang ini huehehehe.

Kita sedang berjalan bersama menuju masjid di dalam sekolah. Tepatnya deket kok. Cuma 100 Km meteran dari kelas gue. Kita kesana tentu saja tujuannya untuk sholat. Yaiyalah! masa gue mau jogging disana? (lho?). Kita berempat mau sholat dhuha. Saat itu, gue emang lagi soleh-solehnya. Atau mungkin gue lagi ada maunya, mankanya gue sholat (lho?).

Kita semua solat sembari menyelesaikan masalah masing-masing selain Ibadah. Finla solat dan berdoa agar bapaknya tidakk menjadi diktaktor lagi karena bapaknya suka marah-marah ke dia. Aprana solat dan berdoa untuk bapaknya yang sudah meninggal. Gue berdoa agar bisa deket saa mercy dan Adam… dia malah berdoa agar dia tidak masuk neraka gara-gara maling kolor tetangga. Ya, semua mempunyai urusannya masing masing.

Gue pun melangkah menuju masjid yang berada di lantai dua gedung sekolah ini. Gue berjalan dengan mereka sambil tertawa riang. Kita semua memang sudah terlihat seperti saudara. Bukan sahabat. Apalagi teman. Kita memang sangat dekat. Tapi, bukan berarti juga kita semua mengalami disorientasi seksual yang membuat kita semua menjadi homo. Gak gitu juga. Kita semua gak homo kok. Cuma dikit (lho?). YA ENGGAK LAH!.

Setelah lama nge-bojeg1 ria, entah kenapa aprana langsung menanyakan mercy ke gue.

*Bojeg : Orang yang melawak tapi lawakannya enggak lucu.

‘Qi! Gimana kabarnya mercy nih?’ Apran mulai membuka topik baru.

Gue jawab ‘Emmm… gue gak tahu lah. Emang gue udah jadi pacarnya apa?’

Aprana ngakak ‘Hahaha, jadi kapan lo mau ngajak ngobrol? Waktu itu senin gak jadi terus diundur sampe sekarang. Jadinya mau kapan?’

Iya, Sampai sekarang, gue belum ngomong sama dia. Karena, waktunya selalu gak tepat. Waktu itu saat gue mau ngajak ngomong, dianya lagi dikerumunin sama temen-temennya. Padahal, gue berharap dia bakal duduk sendiri depan kelas, sehingga gue lebih mudah untuk mengobrol dengannya. Tapi, kenyataannya gak begitu.

Gue jawab dengan nada yang agak lesu ‘Gue juga gak tau. Maunya gue sih sekarang. Semoga aja allah bisa membantu gue.’

‘Yeee malah pasrah. Usaha dulu. ‘Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika mereka dapat merubah nasib mereka sendiri.’. Usaha dulu nyet!’ Finla tiba-tiba nyerocos.

Sambil berjalan, gue mulai meresapi kata-kata finla. Bener juga. Kita gak boleh pasrah. Harusnya gue usaha dulu dan gak boleh nyerah duluan.

Gak kerasa kita semua udah ada di depan mesjid. Kita semua pun duduk sambil membuka tali sepatu yang sudah terikat dengan simpul . Setelah membukanya, gue pun beranjak menuju ke tempat wudhu. Setelah itu, gue pun  solat duha dengan empat rakaat. Inget! Gue itu solat ya! Bukan di solatkan!.

Selesai solat, gue pun berdoa kepada sang pencipta. Di dalam doa itu, tentunya ada nama dia, Mercy Alya Saputri. Gue berdoa kepadanya agar DIA dapat membantu gue untuk ngobrol dengannya. Gue juga berharap, dia bisa mendekati gue duluan sehingga gue bisa lebih mudah untuk ngajak ngobrol dengan dia.
Selesai solat, gue menghampiri  mereka ber-empat dan mengajaknya turun ke bawah untuk melaksanakan ujian praktek Seni Budaya.

Di ujian praktek itu, gue membuat saung kecil dengan bahan dari korek. Saat ngebuat itu, entah kenapa gue selalu kepikiran dengan dia. Gue gak konsen. Terkadang gue suka menjatuhkan sesuatu karena memikirkan dia.

Selesai membuat saung kecil tersebut, gue pun memberi label nama gue dan nomor peserta ujian, lalu, gue simpan di eja yang sudah dijajarkan dengan ciamik di depan whiteboard. Setelah itu gue pun keluar dari kelas dan mengajak bojekers menemani gue di luar kelas karena akan ada penilaian disana.
Di luar sana gue pun mengarahkan pandangan mata gue ke kelas mercy. Gue pun menyebarkan pandangan gue dan gue melihat sesosok wanita cantik berkerudung putih sedang tertawa riang di depan kelasnya. Benar, itu adalah Mercy.

Gue tersenyum melihat dia tertawa. Mulutnya terbuka lebar matanya pun meyipit. Dia unyuk sekali.
Ah… kalo liat kejadian ini, gue jadi inget lagu Steven & Coconut Treez judulnya Horny-Horny. Tenang, isi lagunya bukan orang yang sedang mendesah kenikmatan menikmati……… kopi.  Tapi, ini adalah lagu reggae yang pas banget dengan keadaan ini

Duduk di pantai melihat ombak nikmati sunset
Lupakan resah nyantai nikmati pantai
Dan tiba-tiba mataku tertuju sesosok yang indah
Dan dia tersenyum dan aku tergoda, ku terpana

Andai aku bisa, kali ini saja
Bisa bersamanya, pegang-pegang saja

Tak aku sangka dan tak ku kira
Dia menyapa (hai…)
Mengajak berdansa, sangat menggoda
Ku terpana…
Andai aku bisa, kali ini saja
Bisa bersamanya, touching-touching saja


Gue pun duduk dekat pintu kelas dia sembari melihat kecantikan dia dari jauh. Gue tersenyum kecil melihat wajahnya sedang tersenyum yang tak sengaja melihat gue sedang duduk di dekat pintu kelasnya.

Sambil mendengarkan lagu Steven & Coconut Treez tadi, gue masih memikirkan apa yang mau gue omongin sama dia. Gak lama kemudian, penilaian kelas gue dan kelas dia selesai. Gue bernafas lega. Satu, karena kelas gue mendapat penilaian yang baik. Dua, karena tadi gue menahan nafas karena aprana barusan kentut di sebelah gue. Perlu diketahui, aprana memang suka kentut. Dan bau kentutnya 20X lipat dari bunga bangkai. Bayangkan saja, adam aja pernah pingsan karena kentutnya.

Gue pun melepaskan earphone gue dan mulai mengobrol dengan bojekers yang tadi sedang sibuk mendengarkan lagu dari handphonenya masing masing. Aprana dan finla pun membojeg ria. Disusul dengan gue yang dengan idiotnya tiba-tiba menyanyikan lagu gelas-gelas kaca dengan suara yang super hancur.
Semua yang ada di sekeliling gue tertawa. Begitupun dengan dia yang memandang gue dengan aneh lalu tertawa kecil.

Selesai tertawa, kita semua pun terdiam mendengar bel pulang yang baru saja berbunyi. Semua yang ada di sekeliling gue pun bernjak pergi meninggalkan kelas dan sekolah ini. Tentunya, bojekers masih tetap ada di samping gue. Begitupun dengan dia yang masih duduk mengobrol dengan CS-annya.

Di saat gue terdiam gak ada angin gak ada hujan dan gak ada kutang yang beterbangan, mercy datang mendekati gue. Aprana dan Adam seketika langsung menggoyangkan bahu gue. Begonya, gue malah gak ngerti ada apa dengan mereka berdua.

‘Eh, pada liat Pak seno gak?’ Dia nanya.

Aprana masih menggoyang-goyangkan bahu gue. Gue sendiri bingung, kenapa dia nanyain pak seno. Pak seno sndiri adalah guru PLH gue. Gue pun menerka-nerka mengapa dia menanyakan pak seno. Oh iya, mungkin dia mau memberikan hasil pupuk kompos. Tapi, pupuk kompos dikumpulkannya kan hari rabu kemarin?.

Sambil menggoyangkan bahu gue aprana berkata ‘Emmm… gak tau tuh. Dimana tuh ki?’ apran memberikan kode.

Gue sendiri yang bingung apa maksud dia datang kesini. Gue pun bilang ‘Emmm… kayaknya ada di ruang guru deh!’

Dia pun membalikan badannya  ke arah ruang guru. Adam pun bilang ke gue.

‘Ki, itu anterin dia dong.’

Gue jawab ‘Enggak ah!’

Setelah itu  dia pun pergi ke ruang guru. Gue melihat dia dari kejauhan. Saat itu, dia hanya berdiri mematung di depan pitun ruang guru. Gue keheranan.

Setelah itu gue pun memutuskan untuk pulang sambil berjalan kaki dengan Adam dan Aprana. Finla gak bareng sama kita. Dia berbeda arah. Sambil jalan, gue masih memikirkan kejadian tadi. Dan gue baru sadar, itu adalah kode.

‘Pran, Gue baru sadar, harusnya gue anterin si mercy ya!’

‘Iya! Elu begok!. Udah gue kodein digerak-gerakin bahunya malah gak ngerespon elunya da Dia udah nyamperin, elunya malah begok!. Dasar dodol!’ Aprana nyolot.

‘Iya-iya sorry. Gue baru sadar. Gue nyesel banget!.’ Gue menyudahi percakapan.

Sambil berjalan, gue memikirkan betapa bodohnya gue tadi. Udah dikasih kesempatan, ehh guenya yang gak bisa. Dodol.

Gak kuat berjalan lagi, gue pun memutuskan untuk naik angkot. Setelah turun dari angkot gue masih harus berjalan sekitar 800 meter . Gue masih memikirkan hal yang tadi, penyesalan langsung datang bertubi-tubi ‘Kenapa saat itu gak gue ‘hajar’ aja!’. Sambil berjalan, gue pun menyalakan musik yang di putar secara acak. Entah kenapa, tiba-tiba gue dapat lagu maudy ayunda – Cinta datang Terlambat.

Gue meresapi lirik lagu itu. Entah kenapa lagu itu pas dengan keadaan gue saat ini.

Tak ku mengerti mengapa begini
Waktu dulu ku tak pernah merindu
Tapi saat semuanya berubah
Kau jauh dari ku pergi tinggalkanku

Mungkin memang ku cinta
Mungkin memang ku sesali
Pernah tak hiraukan rasamu
Dulu ..

Aku hanya ingkari
Kata hatiku saja
Tapi mengapa cinta datang terlambat

Sebenernya ini bukan cinta datang terlambat. Tapi, Penyesalan yang datang terlambat. Kenapa tadi ke gak peka? Kenapa gue malah dingin ke dia? Kenapa saat itu gue gak nemenin dia?. Pertanyaan itu masih terngiang di kepala gue.

Gak lama kemudian rintik-rintik air jatuh dari langit. Gue melihat ke atas dan melihat bayangan kejadian tadi.  Gue pun memejamkan mata, menundukkan kepala dan memukul kepala gue secara pelan. Karena kalau keras, bisa-bisa gue geger otak. Kalau gue geger otak, mercy gak bakalan mau sama gue!. Iyalah! Mana mungkin dia mau sama orang gila? (lho?).

Gue segera berlari secepatnya dan gue pun sampai di depan rumah. Segera, guemengganti baju dan pergi ke balkon rumah. Gue pun berdiri mematung disana. Gue menengadahkan tangan gue untuk merasakan air yang jatuh itu. Bertubi-tubi penyesalan datang ke gue. Gue terlalu bodoh. Gue gak peka. Gue itu dodol.
Setelah itu gue duduk di balkon rumah dan berdoa agar nanti gue bisa ngobrol sama dia sambil mendengarkan lagu Maudy Ayunda – Cinta Datang Terlambat.


Video klip Maudy Ayunda - Cinta Datang Terlambat

***

Besoknya gue sekolah seperti biasa. Gue masih berharap dia bisa mendekati gue seperti kemarin. Sepanjang pelajaran, gue hanya memikirkan hal itu terjadi atau tidak. Dan sampai pulang sekolah tadi, Gue gagal dan belum bisa mengobrol dengannya.

Sampai sekarang gue masih menyesali apa yang gue lakukan kemarin. Dasar Dodol.

To Be Continued...

Surat Cinta Untuknya (Part 2)

Senin kemarin, 10 maret 2014, gue dapet balesan surat dari gebetan gue. Iya, Mercy. Iya, MERCY. IYA, MERCY!!!!!. Oke-oke cukup. Bentar dulu, sebelum makin berlanjut, biar nyambung kalian bisa baca postingan gue yang ini. Biar enak aja bacanya. Kalo baca langsung gini kan gak tau asal muasalnya. Seperti kata pepatah ‘Bagaikan air dan api’ (lho?). Iya, emang gak nyambung kok (lho?).

Senin pagi itu, gue sedang melakukan pemantapan untuk UN nanti. Iya, sekarang adalah semester terakhir buat gue. Tahun terakhir gue ada di Sekolah Menengah Pertama Negeri satu bandung dan ini juga Tahun terakhir gue untuk melihat gebetan gue. Iya, tahun terakhir untuk melihat gebetan gue, karena sekarang adalah tahun dimana sebentar lagi gue bakalan lulus dan meninggalkan sekolah ini beserta kenangan-kenangan indahnya.

Sambil mendengarkan guru yang sedang berbicara, Gue melamun memikirkan apa yang terjadi setelah jam pelajaran pertama. Memikirkan apa reaksi dia yang telah gue berikan Surat cinta tersebut mungkin lebih tepatnya Surat Cinta Dodol. Dodol, karena isinya gak mirip sama surat cinta.  Pada umumnya, surat cinta berisi kata-kata romantis yang bikin si cewek melted. Lah gue? Surat cinta yang udah gue kasih malah berisi kata-kata aneh bin ajibun ke dia.

Kira-kira isi surat gue seperti ini :



Hai Mercy,

                Saat kamu melihat gambar ini, aku tau kamu kaget. Mungkin saking kagetnya, kamu bakalan koprol. Tentunya tanpa harus bilang ‘WOW’ (lho?). Hehehe. Aku juga masih inget saat aku ngegambar ini aku lagi iseng-iseng nanyain ask.fm kamu. Iya, pasti kamu gak inget kan?. Gak apalah. Apalah arti sebuah ingatan kalo gak inget.
                Aku juga masih inget pas pertama kali aku ketemu kamu. Jadi, ceritanya gini, saat itu aku lagi upacara, tiba-tiba kamu muncul tepat di depan mataku. Dengan antusias aku pingin tau nama kamu dan akhirnya aku buka twitter dan cari nama kamu. Setelah dua jam searching, akhirnya aku tau nama kamu. Mercy Alya Saputri. Aku juga masih inget, ketika kamu dipanggil sama dinda lalu si Bill-yang-sudah-berkhianat-ke-gue-itu menuntun kamu. Aku langsung kabur ke kelas. Kampretnya, kamu malah ditutun sama mereka sampe ke depan kelas.
                Karena aku udah gemeteran dan gak tau bilang apa yaudah aku sapa kamu sambil melambaikan tangan dan bilang ‘Hai’.
                Ngga keren abis
                Ya, kamu mungkin gak perlu tau siapa aku. Yaiyalah! Kamu kan pasti udah tau!. Hehehe.
                Aku harap, kamu suka sama gambar ini. Kalo gak suka yabakar aja (lho?).
Salam,

Lupa nama
Mantan cabe-cabean yang suka mangkal di comberan.

Iya, gue tahu. Di saat orang-orang membuat gombalan-gombalan, gue malah menceritakan kebinalan-kebinalan gue di surat cinta itu. Dodol.

Selain itu, Gue juga memikirkan kemungkinan-kemungkinan reaksi yang dia berikan saat bertemu gue nanti.

Kemungkinan pertama,

Disaat melihat gue dia bakalan kabur. Dikarenakan surat cinta gue telah menyebarkan racun yang membuat dia ketakutan dan muntah-muntah saat melihat gue.

Kemungkinan kedua,

Dia bakal maki-maki gue, lalu membawa gue ke dalam wc dan mengajak teman-temannya untuk mengencingi dan memasukan kepala gue kedalam lubang toilet.

Kemungkinan ketiga,

Dia bakalan lari memeluk gue sambil bilang ‘Aku juga suka sama kamu rifqiii!’. Lalu, gue pacaran dengan dia.

Tentunya, diantara 3 kemungkinan itu, gue mengharapkan kemungkinan ketiga yang akan terjadi. Ya jelas lah! Kalo gue milih kemungkinan pertama, gue mungkin bakal dikira mempunyai virus sejenis flu babi, sehingga dia mengira gue adalah keturunan babi. Padahal kan emang iya enggak. Kalo gue mengharapkan kemungkinan kedua, gue pasti udah mirip sama tukang sedot tinja. Tinggal bawa truk sedot tinjanya aja (lho?).

Gak lama kemudian bel berbunyi, tanda pemantapan telah berakhir dan dinganti dengan pelajaran pertama yaitu olahraga. Gue pun bersiap-siap mengganti baju dan segera pergi ke lapangan basket di sekolah gue.

Sepanjang pelajaran gue asih memikirkan 3 kemungkinan tersebut. Gue melamun nyaris ½ pelajaran. Gak konsen gue. Gak kebayang kalo ternyata kemungkinan 2 bakal bener-bener terjadi. Ah… gue rasa, gue ngirim surat ke orang yang salah…

Gak lama kemudian, bel tanda istirahat pertama berbunyi. Gue masuk ke kelas. Gue pun mengganti baju dengan seragam putih biru. Gue lipat baju olahraga dengan rapi dan hendak gue masukkan ke dalam tas berwarna hitam itu. Saat gue membuka seleting depan, gue melihat secarik kertas berwana pink beserta surat berwarna putih bercover wajah dia. Iya, itu balasan surat dari mercy. Dengan sigap, gue membuka surat itu. Rasanya gue ingin membuka baju sambil berkata ‘cenat-cenut’. Tapi, karena terlalu porno, gue mengurungkan niat tersebut. Bisa-bisa gue diperkaos (sensor) dalem kelas lagi.

Gue pun membaca surat itu. Kira-kira ini balasan surat dia :


Hai juga kamu,
Engga sih, sebenernya biasa aja liat fotonya, hehe. Iya-iya aku tau kok kamu kan yg nge ask. Iya sih suka bingung juga kalau anak-anak kelas kamu manggil-manggil sambil narik-narik. Yakali kamu gausah surat-suratan kayak gini dengan bahasa yg sok asik. Hahaha. Kalau mau ngobrol ya ngobrol aja, terus aku juga masih bingung ya maksud kamu ngirim surat tuh buat apa? Maksudnya apa gitu? Haha. Iya-iya aku tau kamu siapa, trs kenapa kamu curcol sepanjang surat yang kamu kasih. Capek bacanya juga.

Mercy.
Udah gue bilang, bukannya bikin kata-kata romantis, gue malah curhat. Panjang lagi.

Uh…

Setelah membaca surat itu, gue langsung ngomong ke si Bill. Iya, bill. Tau kan? Itu loh yang mirip babi kena herpes dipstingan sebelumnya. Hehe.

‘Bill !’ Gue manggil bill sambil memegang balasan surat dari mercy.

‘Apa?’ dia menghampiri gue.

‘Eh, gue minta tolong dong. Tolong bilangin ke si mercy. Gue mau ngomong pas pulang sekolah sekarang.’

‘Oh. Yaudah entar gue sampein.’

Pulang sekolah, bill langsung pergi ke gebetan gue dan mengatakan apa yang ingin gue sampaikan pada dia. 

Setelah ngobrol beberapa lama, bill menghampiri gue dan berkata.

‘Qi, dia katanya sekarang mau di jemput. Jadi kayaknya gak bisa sekarang.’
Dor. Gue tertembak Jantung gue seolah berhenti beberapa saat.

Karena gue mengerti dia, gue pun langsung pulang dan memutuskan untuk bertemu besok saat pulang sekolah juga. Besoknya, sehabis pulang sekolah, dia belum dateng juga ke gue. Setelah gue liat ke luar dia ternyata sudah pulang. Coklat yang sudah gue siapkan saat itu akhirnya Cuma bisa gue makan sendiri. Sial.

Sampe sekarang gue masih belum ngobrol dengan dia. Rencananya, senin gue mau ajak ngobrol. Oh no.

Bentar ya, gue mau operasi transgender dulu...

Surat Cinta Untuknya

Hari jumat kemarin, tepatnya tanggal 7 maret 2014, gue ngasihin surat cinta surat cinta ke gebetan gue. Iya, gebetan gue. Namanya Mercy. Orang yang selalu gue sebut-sebut di blog ini, akhirnya gue kirimin surat cinta dari gue sendiri. Buat yang belum tau mercy, kalian bisa baca postingan gue yang ini.

Oke, males ya bukanya?.

Yaudah deh, gue jelasin disini. Siapa mercy itu sebenernya.

Mercy itu adalah gebetan gue (yaiyalah!). Orangnya lumayan tinggi, sekitar 170 cm, Cantik, berkerudung, dan yang pastinya dia cewek (yaiyalah!). Mukanya putih bersih. Jerawat pun gak ada satu titik pun. Iya, dia adalah cewek yang sangat peduli dengan kebersihan mukanya.

Pernah dulu, gue nanya sama temen gue, Aprana tentang wajah mercy. Aprana ini sebelumnya udah pernah sekelas sama dia dan pernah deket juga.

‘Pran!. Gue bingung, kenapa ya mercy mukanya bersih ama putih. Gak ada jerawat sama sekali’ Gue nanya dengan antusias.

‘Iya. Di amah orangnya peduli sama mukanya gak kayak lo!’ Aprana ngejawab. Melihat muka gue yang jerawatan, dia emang gak pantes ngomong gitu. Sialan.

Gue sewot ‘Kampret lo. Tapi kenapa ya dia mukanya bisa bersih gitu?’

‘Dia itu,’ temen gue menjelaskan ‘kalo ada jerawat, walaupun cuma satu titik, dia bakalan pake krim jerawat. Bahkan saking gamau punya jerawat, dia rela ngabisin satu botol krim jerawat. Biar jerawatnya cepet ilang. Mankanya dia mukanya bersih sekaligus makin putih’ Jelas dia.

Saat aprana bilang itu, gue langsung berfikir. Hebat juga si mercy!. Gak kebayang kalo dia jerawatnya banyak banget. Mungkin, dia rela menghabiskan 5 botol krim pembersih jerawat. Kalau pelu sama pabrik-pabriknya dibeli.

Jerawat Hilang. Mukanya juga hilang.

‘Ohhhh, gitu ya?’ gue pun menjawab, Setelah berfikir tentang yang tadi.

Begitulah gebetan gue. Dia emang cantik banget.

***

Pulang sekolah dan saat gue hendak ke atas untuk menunaikan sholat jumat, gue pun sudah menyiapkan surat itu. Ia sudah tersipan rapi diselipan buku ‘Fokus UN SMP 2014’. Gue pun berjalan bersama temen gue rafi menghapiri bill yang sedang pacaran di depan pintu. Tidak, dia bukan homo. Dia masih normal. Buktinya pacarnya cewek.

‘Bill, ini surat gue buat mercy tolong sampeinnya. Cepet!. Entar dianya keburu pulang lagi kayak kemaren!’ gue pun menyodorkan sebuah kertas kecil  bercover gambar muka dia yang didalamnya terdapat tulisan untuk gebetan gue ke Temen sebangku gue. Bill.

Bill sendiri adalah temen sebangku gue. Perawakannya lebih pendek 5 cm dari gue, kulitnya sawo busuk, dan dia adalah seorang atlet lari. Dia adalah KM kelas gue. Dia juga sebelumnya  pernah sekelas sama gebetan gue. Jadi, jelas. Dia juga tau tentang mercy.

‘Oh iya bill, nanti pas ngasihin surat ini, kasih tau dia bacanya di rumah aja. Gak boleh dibuka atau diintip kecuali di rumah ok!.’ Jelas gue.

Bill ngejawab ‘Okesip. Eh mau gini aja? Gak dikasih amplop atau apa gitu?’

Ah, bener juga!. Gue lupa. Karena terlalu terbuka, akhirnya gue menggunakan selembaran Pra UN dari sekolah untuk sekedar menutupi cover yang terlalu gamblang itu.

‘Oh.. yaudah. Bentar,’ gue pun memasukan surat itu kedalam selembaran dan melipatnya agar tidak kelihatan. ‘Nih. Udah kan.’

‘Qi. Lo tau gak?’

Gue jawab ‘tau apaan?’

Dia bilang sambil mukanya ngedeketin gue. ‘Lo itu Idiot’

Kita terlihat seperti sepasang cowok yang mengalami disorientasi seksual yang mau berciuman di tempat umum. Najis.

Gue pun berjalan melewati pintu kelas. Gue ngeliat ke arah kanan. Iya, disitu adalah kelas mercy. Kebetulan, kelasnya bersebelahan sama gue. Saat pandangan mata mengarah ke sana, gue melihat seorang cewek berkerudung memakai tas berwana kuning berjalan menjauhi kelasnya. Ya, dia hendak meninggalkan sekolah dan pulang ke rumah.

Dengan sigap, gue langsung berteriak ke arah bill yang (lagi-lagi) sedang berpacaran dengan pacarnya (Yaiyalah! Masa sama selingkuhannya!).

Gue berteriak ‘EH NYET!. BURUAN KASIHIN! DIA MAU PULANG!’

Dasar keturunan cacing-kena-penyakit-herpes, dia malah jalan santai ke depan kelas. Rasanya saat itu gue ingin melemparkan botol bir bintang. Sayangnya, niat itu gue urungkan. Karena, gue gak punya botol bir bintang.

Gue berteriak sekali lagi ‘EH! BURUAN!!’

Dia pun berteriak dari depan kelas ‘Eh! Mercy! Sini-sini.’

Mendengar teriakan bill, gue langsung kabur naik tangga menuju mesjid untuk solat jum’at. Gue gak mau dia tau bahwa gue yang ngasih surat cinta itu. Di dalam mesjid, gue gak tau lagi apa yang terjadi. Tapi, rafi tau semua kejadiannya. Iya, dia malah nguntit percakapan bill dengan mercy. Benar, dia memang berbakat menjadi penguntit.

Dia menjelaskan kepada gue ‘Ki! Gue ngakak-ngakak  pas si bill ngasih surat itu.’

Iya, disaat gue deg-degan melihat reaksi mercy. Dia malah ketawa-ketawa. Rasanya gue ingin melakukan hal yang sama yang gue lakukan ke bill. Yaitu, melemparkan botol bir bintang ke mukanya rafi. Tapi alasannya masih sama. Gue gak punya botol bir bintang.

‘Terus, si bil bilang apa aja’ Gue nanya.

‘Tadi si mercy nanya ‘Eh bill boleh buka sekarang gak?’ terus si bill jawab ‘ENGGAK!’ terus mercy nanya lagi ‘Boleh diintip gak?’ terus si bill jawab lagi ‘Enggak!. Pokonya nanti bukanya di rumah aja.’. Gitu.’ Jelas rafi.

‘Oooohhh,’ Gue menghela nafas ‘Fiuhh.. baguslah!’ gue bernafas lega.

Gue diem. Rafi diem. Kita berdua tiba-tiba homoan dalem mesjid. Uhhh enak sekali rasanya. YA ENGGAK LAH!.

Gak lama kemudian adzan Dzuhur berkumandang. Khotib sudah naik mimbar. Saat adzan, gue berfikir lagi dan entah kenapa tiba-tiba gue flashback saat pertama kali gue ketemu sama dia.
***
Gue jadi inget pertama kali gue ketemu dia. Saat itu, gue hendak melakukan kegiatan rutin yang dilaksanakan di sekolah pada hari senin. Benar, itu upacara bendera. Gue sedang berbaris di barisan kelas 8-11. Entah kenapa, saat itu gue menoleh ke arah kanan dan gue melihat seseorang berparas cantik dan berkerudung. Iya, itu mercy. Dia sedang berbaris di barisan kelas 8-10. Dulu, kelas kita berdua memang bersebelahan. Sama seperti sekarang.

Gue melihat muka dia. Entah kesamber apa, gue tiba-tiba langsung suka sama dia. Wah! Gue gak nyangka, di sekolah ini ada cewek tipe gue banget. Sepanjang upacara sampai pulang sekolah, gue gak fokus belajar. Rasanya gue pengen lagi ketemu sama dia. Iya, benar gue jatuh cinta. Lebih tepatnya, gue jatuh cinta diam-diam.

Selayaknya orang yang sedang jatuh cinta, tentu, gue langsung ingin tahu nama dia. Gue pun mencari daftar absen kelas 8-10. Sialnya, di daftar absen itu gak ada foto muridnya (yaiyalah!). Gak habis pikir, gue langsung mencari twitter kelas 8-10. Satu per satu gue klik nama dan akhirnya gue menemukan nama Mercy Alya Saputri (nama samaran). Gue seketika langsung bahagia.

Gue jadi inget,  pertama kali gue ngegambar muka dia di kertas yang sekarang sudah diberikan bersama surat cinta itu.

Saat itu, gue lagi ngisengin ask.fm nya. Lalu, gue pun menawarkan untuk menggambar mukanya dengan akun anonim. Dia pun menerima. Gue langsung gambar itu dan gue upload ke twitternya dia. Tentunya, dengan akun anonim juga.

Akhirnya dia pun mention gue dan bilang ‘Makasih!!! Aku suka banget!’. Sialan, kenapa dia bilang suka sama gambarnya. Padahal,  bilang aja di suka gue, kan langsung gue tembak (lho?).

Gue jadi inget, inget pertama kali gue SMS dia dengan modus mama minta pulsa dijailin temen. Iya, gue pernah SMS dia. Kalian bisa liat isi SMSnya di postingan yang ini. Kampret kan? Dia cuma jawab Y dengan titik di bagian akhir. Tragis.

Gue juga inget, saat dia dipanggil sama temen cewek gue. Dinda.

Saat itu, gue lagi duduk di depan kelas. Tiba-tiba dinda datang menghampiri gue terus gak ada angin gak ada hujan dan gak ada kutang yang beterbangan, dia manggil mercy dari jauh.

‘Mercy! Mercy! Mercy Alya Saputri! Sini!’ teriak dinda.

Mendengar panggilan dinda, dia pun menghampirin gue. Bill menuntun dia dari belakang. Saat itu gue udah panik. Gue panik kebakaran ketek. Gue pun langsung kabur dan masuk ke dalam kelas. Tapi, sialannya dia malah menghampiri ke depan kelas. Begonya, gue malah kebingungan dan akhirnya gue cuma melambaikan tangan ke kamera seraya berkata ‘Hai!’ berkali-kali. Bego. Bego. Dobel bego.

Semua ingatan itulah yang membuat gue semakin yakin ingin menyudahi jatuh cinta diam-diam ini. Gue semakin yakin dan siap. Gue juga udah siap terhadap apa yang bakal terjadi senin nanti. Apakah dia bakal nanyain gue?. Gue gak tahu.

Tapi, semua kenangan ini membuat gue menjadi kehilangan kepribadian gue sebagai laki-laki. Tapi tenang, gue gak jadi cewek kok. Gue sedih karena sebentar lagi gue lulus dan bakalan masuk SMK. Iya, gue mungkin gak bakalan bisa satu sekolah lagi sama dia. Karena gue tahu, dia ingin masuk SMA.
Gue sedih. Gue sedih bukan karena perpisahannya, tapi gue sedih karena ‘mengapa kita harus bertemu saat itu?’. Kalau kita gak bertemu, gak bakalan ada yang namanya perpisahan dan kesedihan.

Gue punya kata-kata tentang cinta :

‘Terkadang, Jatuh cinta bisa membuat kamu seperti anak kecil yang sedang menginginkan sesuatu. Kamu akan melakukan hal apa saja demi mendapatkan orang yang kamu cintai.’ -Rifqi Fauzan Akram

Iya, mungkin dulu gue seperti anak kecil. Gue suka bertingkah aneh di depan dia. Dari sikap cool sampe sikap absurd udah pernah gue lakukan di depan dia.


Besok, adalah penentuan dari semuanya. Gue ingin tau, apakah dia mempunyai perasaan yang sama buat gue? Atau mungkin dia gak mempunyai perasaan yang gak sama buat gue?. Mungkin jika ternyata dia gak mempunyai perasaan yang enggak sama kayak gue, perasaan gue ini mungkin akan menjadi ‘Unrequited love’ saja sekaligus dia bakalan jadi orang pertama yang udah menghilankan rasa selai kacang di lidah gue.

“Nothing takes the taste out of peanut butter quite like unrequited love.” - Charlie Brown


Charlie Brown.


Arti Sahabat?

Gue itu orangnya sosialis. Gue itu suka banget masuk komunitas. Tenang, gue gak masuk komunitas yang enggak-enggak kok. Contohnya Geng Motor. Logikanya gini aja. Mana mungkin gue bisa masuk. Wong, muka gue gak-ada-sangar-sangarnya. Mungkin kalo gue ngelamar jadi anggota geng motor, kayaknya kejadiannya bakalan gini jadinya.

Gue bakalan ditanya ‘Apa motivasi lo mau masuk geng sini HAH?’

‘Motivasi gue masuk kesini adalah membuktikan bahwa gue jantan dan enggak cupu’ Jawab gue dengan bahasa yang sedikit ngondek.

‘Masa?,’ jawab ketua geng itu. ‘ kalo diliat dari muka elo, kyaknya lo lebih pantes masuk geng sana deh.’ Sambil menunjukan segerombolan orang. Ternyata, mereka menunjuk kumpulan-banci-yang-suka-mangkal-dicomberan-sambil-homoan.

Satu geng ngakak.

Gue lempar knalpot motor gue ke mereka.

Menurut gue komunitas itu bisa buat kita semangat. Semangat dalam hal apapun. Contohnya komunitas belajar. Walaupun IQ gue gak beda jauh sama ikan mas koki, gue suka banget masuk kelompok belajar. Mengingat nilai gue yang do-re-mi terus, gue harus masuk kelompok belajar. Pernah gue masuk kelompok belajar IPA waktu gue masih duduk di bangku sekolah dasar. Hasilnya lumayan. Gue berhasil ikutan olimpiade MIPA. Cuma dapet 20 besar. Di tingkat Kota. Lumayan.

Sekarang, saat gue duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Gue masih punya komunitas yang bikin gue nyaman, bahagia, dan semangat. Nama komunitasnya adalah ‘Bojekers’ . Namanya emang aneh. Tapi tenang, gue gak masuk komunitas yang isinya tukang ojeg semua. Gak gitu juga.

Bojekers ini sebenernya berasal dari kata Bojeg.

Bojeg sendiri merupakan kata-kata yang sering di ucapkan oleh salah satu anggota di komunitas ini. Namanya Adam. Bojeg memiliki arti orang-orang yang ingin melawak, tapi sayang lawakannya gak lucu dan gak ada yang ketawa. Maka tercetuslah kata ‘Bojekers’ yang artinya orang-orang yang suka ngebojeg.
Anehnya, komunitas atau bisa dikatakan ‘geng’ ini sering ngelawak. Tapi, entah kenapa selalu lucu lawakannya. Berbanding kebalik.

Sampe sekarang, bojekers beranggota empat orang yaitu : Gue, Adam, Finla, dan Aprana. Menurut kita berempat (yang dodol-dodol) ini, bojekers bukan hanya sebuah komunitas. Tapi, sebuah Negara. Maka, setiap anggota di ‘Negara’ ini punya jabatan. Berikut ini adalah jabatannya :

Finla : Presiden Bojekers

Gue : Wakil Presiden Bojekers

Aprana : Menteri bojeg, sekaligus temen yang suka gue utangin setiap saat. Dia memang sangat baiiiik sekali.

Adam : Supir yang biasanya suka maling kutang dan kolor.

Renaldi : Sebenernya dia bukan anggota. Tapi kita anggap dia sebagai. Pembokat.

***
Solidaritas kita berempat emang sangat kuat. Kalo dibayangin kita ber-empat itu udah kayak deodorant sama bulu ketek. Gak bisa terpisahkan. Kalo kepisah, bisa-bisa ketek mereka semua bau dan harus pake deodoran lagi (lho?).

Kelompok belajar juga, kita selalu ber-empat. Contonya aja kita ‘bojekers’ satu kelompok pelajaran PLH.
Minggu lalu, tepatnya hari kamis tanggal 27 februari 2014. Gue dan ‘bojekers’ kerja kelompok PLH. Kita semua ditugasin untuk membuat pupuk kompos. Guru gue waktu itu bilang gini :

‘Kalian semua harus buat pupuk kompos untuk menunjukan bahwa sekolah kita go green. Bahannya dari daun-daun kering di sekolah kita aja’ Jelas guru gue.

Karena kelas gue ditugasin paling akhir, otomatis kelas gue gak kebagian daun kering. Gue dan bojekers pun, berkerumun untuk merencanakan sesuatu.

‘Hoy, gimana nih?. Daun kering di sekolah kan udah abis. Pada diambil kelas lain.’ Ucap gue dengan sontoloyonya.

Aprana sang menteri bojeg pun menjawab ‘Yaudah. Kan deket sini ada lapangan besar deket situ banyak daun kering banyak.’

Bener juga dia. Sekitar 700 meter dari sekolah gue, kebetulan ada lapangan yang yang mempunyai banyak pohon. Kebetulan juga sekarang daunnya banyak yang gugur. Akhirnya, selesai pulang sekolah kita berangkat sambil bawa plastik sampah bening besar.

Pas nyampe, mereka semua melihat ke segala penjuru. Finla ngeliat seluruh pojokan. Dan akhirnya kita nemuin banyak daun kering.

‘Nah itu ada tuh!. Yok kita ambilin!.’

*saat ngambilin*

‘Nyet! Lo bantuin gue!. Ini daunnya masih banyak.’ Aprana protes ke gue.

Gue mulai mencari alasan yang bisa mereka percaya. Gue bilang aja ‘Nanti malem kan gue mau ngedate sama maudy ayunda, entar kalo tangan gue kotor, dia bakal nolak gue dong!’

‘Alah… banyak alesan!.’

‘Hehehe’

Finla mulai menyeret karung plastik itu ke tempat yang lain. Aprana dan adam ngambilin daunnya yang udah basah terkena air hujan. Gue sendiri dengan cengengesannya malah diem aja sambil banyak komentar.

‘Itu yang sebelah situ ambil!’ gue setengah teriak.

‘Yeee… lo bantuin gue kek!’ Jawab adam sang supir-yang-suka-maling-kutang-dan- kolor
.
‘Kan udah gue bilang …’

‘’gue mau ngedate sama maudy ayunda ntar tangan gue kotor lagi’ Alasan lo dodol banget.’Omongan gue dipotong. Dan dijawab dengan nada sedikit mengejek.

‘Hehehe’

Gak kerasa udah setengah plastik sampah penuh dengan dedaund. Gue yang udah ngerasa udah cukup langsung bersuara. Karena ini pasti bakalan berat bawanya.

‘Eh udah segitu aja!. Udah banyak tuh!’

‘Belum-belum. Ini mah masih sedikit’

‘Eh.. nanti plastiknya robek! Bawanya gimana?’

‘Gak bakalan robek lah!’ Apran tetep ngotot.

Gue pun mencoba mengalah.

Plastik sampah gue pun udah penuh. Karena menteri bojeg kita sudah mau les, kita sekarang harus nentuin siapa yang bawa plastik ini yang beratnya udah mirip sama 1 karung beras. kita mulai berunding.

‘Eh, jadi ini siapa yang bawa? Gue kan mau les’ Aprana mulai bersuara.

‘Gak tau deh’ finla jawab

‘Gue juga gak tahu’ Adam jawab.

‘Gue juga’ gue jawab.

Mengingat gue berpotensi gampang dikerjain, tiba-tiba temen gue menunjuk gue untuk membawa plastik yang udah mirip sama karung beras ini.

‘Yaudah, Yang gak kerja disini kan elo doang. Yaudah lo yang bawa.’ Sambil nunjuk gue.

Enggak mau dikira gembel sama orang-orang yang seangkot sama gue, gue pun mengelak.

‘Pran, gue kan ganteng. Masa orang ganteng, bawa-bawa sampah kayak gini!. Bisa-bisa kalo ada yang mau buang sampah dimasukin sini juga lagi!.’

‘Ada aja alasan lo!. Yaudah gini aja, kita semua angkat karung ini sampe ke sekolah! Entar bareng-bareng kita angkat.’ Mantri eh menteri bojeg memberi solusi.

‘Tapi kan… jaraknya jauh.’ Gue ngeluh.

‘Halah, emang lo mau bawa sampah ini sendiri?’

‘Enggak sih’

‘Yaudah nurut!’

Akhirnya kita berempat, ngangkatin karung beras itu. Belum sampe 3 meter, karung sampah kita robek. Sialannya, kita gak bawa karung cadangan. Ini dia fotonya :


 Gak habis pikir, finla punya ide yang sangat jenius sekaligus idiot.

‘Eh, yaudah kita ngangkatnya pake itu aja’ Dia menunjuk bendera PDIP.

Gue mulai mencerna kalimatnya. Apa yang dia katakan tadi?. Bendera PDIP?. Bombastis.
Karena gak ada pilihan lain, kita akhirnya memilih bendera PDIP itu, untuk menutup lubang yang robek di karung itu. Bego dan idiot seolah bercampur jadi satu.


Proses pencopotan bendera PDIP.
Dari kiri : Aprana, finla, dan adam. Gue? ya lagi motoin lah!. Hehe



Dodol. Dodol. Super Dodol.



Kita berempat pun membawa semuanya. Sambil nge-bojeg, kita ketawa-ketawa bawa sampah ini sampe sekolah. Keharmonisan dan solidaritas antar anggota disini memang sangat terasa. Saat gue udah keberatan ngangkat, mereka semua bagi-bagi bagi tugas. Biar beban yang dipikul kita berempat gak berat-berat amat. Romantis.

Setelah  40 menit kita berjuang menghantam ombak, menerjang badai dan menerjang kutang yang beterbangan. Akhirnya kita nyampe sekolah. Semua seneng. Gue usap keringet gue dengan penuh rasa bangga. Finla dan aprana juga merasakan hal yang sama. Adam? Dia malah mencari kesempatan untuk maling kutang dan kolor tetangga. Usaha kita gak sia-sia. Disana, bendera PDIP kita udah robek. Tapi, anehnya, tulisan Perjuangan yang ada di bendera itu gak robek. Mungkin itu menandakan perjuangan kita memang berat. Tapi kita gak mengeluh sama sekali.

Semenjak saat itu, gue jadi sadar. Kelompok dan Sahabat merupakan elemen terpenting dalam kehidupan gue. Mereka selalu mengerti gue. Solidaritas yang kuat membuat kita gak gampang jatuh begitu saja. Mungkin saat gue udah SMA nanti, gue bakalan nginget ini sebagai kejadian yang paling berkesan dalam hidup gue.

Gue jadi inget kata-katanya Wiliam Shakespeare :

‘A friend is one that knows you as you are, understands where you have been, accepts what you have become, and still, gently allows you to grow.’